Sejarah Hukum Pidana Indonesia

Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini, belumlah merupakan hukum yang asli lahir dan dibuat oleh bangsa kita sendiri, melainkan warisan peninggalan bangsa Belanda dahulu. KUHP kita sekarang ini masih merupakan terjemahan daripada KUHP Belanda (Wetboek van Strafrech).

Hukum Pidana Masa Kolonial

Pada masa periodisasi ini sangatlah panjang, mencapai lebih dari empat abad. Indonesia mengalami penjajahan sejak pertama kali kedatangan bangsa Portugis, Spanyol, kemudian selama tiga setengah abad dibawah kendali Belanda. Indonesia juga pernah mengalami pemerintahan dibawah kerajaan Inggris dan kekaisaran Jepang. Selama beberapa kali pergantian pemegang kekuasaan atas nusantara juga membuat perubahan besar dan signifikan.

Zaman VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) Tahun 1602-1799

Masa pemberlakuan hukum pidana Barat dimulai setelah bangsa Belanda datang ke wilayah Nusantara, yaitu ditandai dengan diberlakukannya beberapa peraturan pidana oleh VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). VOC berbentuk hak octrooi Staten General yang meliputi monopoli pelayaran dan perdagangan, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara, dan mencetak uang. Pemberian hak demikian memberikan konsekuensi bahwa VOC memperluas dareah jajahannya di kepulauan Nusantara untuk memperbesar keuntungan, VOC memaksakan aturan aturan yang dibawanya dari Eropa untuk ditaati orang-orang pribumi.

Zaman Belanda (1811-1814)

Indonesia pernah jatuh dari tangan Belanda ke tangan Inggris. Berdasarkan Konvensi London 13 Agustus 1814, maka bekas koloni Belanda dikembaljkan kepada Belanda. Pemerintahan Inggris diserah terimakan kepada Komisaris Jenderal yang dikirim dari Belanda.

Zaman Pendudukan Jepang

Pada masa pendudukan Jepang selama 3,5 tahun, pada hakekatnya hukum pidana yang berlaku di wilayah Indonesia tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pemerintahan bala tentara Jepang (Dai Nippon) memberlakukan kembali peraturan jaman Belanda dahulu dengan dasar Gun Seirei melalui Osamu Seirei. Pertama kali, pemerintahan militer Jepang mengeluarkan Osamu Seirei Nomor 1 Tahun 1942. Pasal 3 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dulu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asalkan tidak bertentangan dengan pemerintahan militer.

Hukum Pidana Sesudah Kemerdekaan

Sesudah kemerdekaan keadaan pada zaman pendudukan Jepang dipertahankan sesudah proklamasi kemerdekaan. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945 mengatakan : "Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini."

Barulah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 diadakan perubahan yang mendasar atas WvSI. Ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tersebut bahwa hukum pidana yang berlaku sekarang (mulai 1946) iaiah hukum pidana yang berlaku pada tanggal 8 Maret 1942 dengan pelbagai perubahan dan penambahan yang disesuaikan dengan keadaan Negara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan nama Wetboek van Srrafrecht mor Nederlandsch Indie diubah menjadi Wetboek van Strufrechz yang dapat disebut Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 untuk seluruh Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958, maka hilanglah dualisme berlakunya dua macam undang-undang hukum pidana di Indonesia.

Hukum Pidana Nasional

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, yakni mengenai bab tentang sejarah hukum pidana Indonesia pasca kemerdekaan. Sekarang saya akan menguraikan kembali tahap demi tahap sejarah hukum nasioal Indonesia.

a.  Tahun 1945-1949

Seperti yang telah dijelaskan di atas, dengan diproklamirkannya negara Indonesia sebagai negara yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bebas dan berdaulat. Oleh karena itu, untuk mengisi kekosongan hukum (rechts vacuum) karena hukum nasional belum dapat diwujudkan, maka UUD 1945 mengamanatkan dalam Pasal II Aturan Peralihan agar segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang - Undang Dasar ini.

b.  Tahun 1949-1950

Tahun 1949-1950 negara Indonesia menjadi negara serikat, sebagai konsekuensi atas syarat pengakuan kemerdekaan dari negara Belanda. Dengan perubahan bentuk negara ini, maka UUD 1945 tidak berlaku lagi dan diganti dengan Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Sebagai aturan peralihannya, Pasal 192 Konstitusi RIS menyebutkan peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang sudah ada pada saat Konstitusi ini mulai berlaku, tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketntuan Republik Indonesia Serikat sendiri, selama dan sekadar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuanketentuan tata usaha atas kuasa Konstitusi ini.

c.  Tahun 1950-1959

Setelah negara Indonesia menjadi negara yang berbentuk negara serikat selama 7 bulan 16 hari, sebagai trik politik agar Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, maka pada tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia kembali menjadi negara republik-kesatuan. Dengan perubahan ini, maka konstitusi yang berlaku pun berubah yakni diganti dengan UUD Sementara. Sebagai peraturan peralihan yang tetap memberlakukan hukum pidana masa sebelumnya pada masa UUD Sementara ini, Pasal 142 UUD Sementara menyebutkan :

"Peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tatausaha yang sudah ada pada tanggal 17 Agustus 1050, tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan ketentuanketntuan Republik Indonesia sendiri, selama dan sekedar peraturanperaturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha atas kuasa Undang Undang Dasar ini".

d.  Tahun 1959-sekarang

Setelah keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang salah satunya berisi mengenai berlakunya kembali UUD 1945, maka sejak itu Indonesia menjadi negara kesatuan yang berbentuk republik dengan UUD 1945 sebagai konstitusinya. Oleh karena itu, Pasal II Aturan Peralihan yang memberlakukan kembali aturan lama berlaku kembali, termasuk di sini hukum pidananya. Pemberlakuan hukum pidana Indonesia dengan dasar UU Nomor 1 Tahun 1946 pun kemudian berlanjut sampai sekarang.

Peristiwa Hukum Pidana suatu peristiwa hukum yang dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana apabila memenuhi unsur-unsur pidananya dan unsur-unsur itu meliputi:

1.  Objektif : Suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum.

2.  Subjektif : Perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh UU.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai suatu perisitiwa pidana ialah:

1. Harus ada suatu perbuatan

2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang ditentukan dalam ketentuan hukum

3. Harus terbukti adanya kesalahan yang dapat dipertanggung jawabkan.

4. Harus berlawanan dengan hukum

5. Harus terdapat ancaman hukumnya


Penulis : Abdul Rohman

Publisher : R.A 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LEGALITAS MONEY POLITIK OLEH DPR, PENGERTIAN DAN NEGATIVE IMPACT BERLAKUNYA MONEY POLITIC

PENTINGNYA PENGESAHAN SERTIFIKASI APOSTILLE DI INDONESIA

PRO DAN KONTRA PELAKSANAAN PIDANA MATI DI INDONESIA