Bedakan Antara Gugatan Dengan Permohonan



                Sebelum di ajukan  suatu perkara kepengadilan dalam perkara perdata, alangkah baiknya di selesaikan melalui kekeluargaan, jika tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan atau tidak menemukan jalan tengahnya, maka seseorang tidak boleh menyelesaikannya dengan cara main hakim sendiri (eigenrichting), melainkan diselesaikan melalui pengadilan.
            Pihak yang merasa dirugikan hak perdatanya dapat mengajukan perkaranya kepengadilan untuk memperoleh penyelesaian sebagaimana mestinya, yang mana dengan menyampaikan gugatan terhadap pihak yang dirasa merugikan.
            Sebagaimana diketahui persoalan atau perkara yang dihadapi oleh seseorang dapat berupa persoalan yang mengandung sengketa dan ada juga tidak mengandung sengketa, dan juga sering kita dengar serta kita jumpai istilah gugatan dan permohonan di dalam hukum acara perdata, disini harus bisa bedakan antara gugatan dan permohonan karena kedua istilah tersebut sangat berkaitan dengan materi yang diajukan untuk dilakukan pemeriksaan oleh pengadilan.
            Apa sebenarnya perbedaan gugatan dan permohonan?
            Gugatan (Perkara contentiosa) ialah perkara yang di dalamnya terdapat sengeta antara dua pihak atau lebih, maka seseorang harus mengajuakan gugatan perdata. Itu sebabnya penyelesaian perkara yang mengandung sengketa, disebut yuridiksi contentiosa yaitu kewenangan peradilan yang memeriksa perkara yang berkenan dengan masalah persengketaan antara pihak yang bersengketa.
Di dalam hukum acara perdata khususnya terkait gugatan yang mana terdapat 2 macam bentuk gugatan yaitu gugatan lisan dan gugatan tertulis, dasar hukum mengenai bentuk gugatan tertulis diatur dalam pasal 118 ayat 1 HIR juncto pasal 142 RBg dan untuk dasar hukum bentuk gugatan lisan diatur pasal 120 HIR, akan tetapi diutamakan adalah gugatan berbentuk tertulis.

Ada pun ciri khas gugatan yang mana diantaranya yaitu:
-          Permasalahan yang diajukan ke pengadilan mengandung sengketa ( disputes, diffirences)
-          Terjadi sengketa diantara para pihak, minimal diantara dua pihak.
-          Bersifat partai (party), dengan komposisi pihak yang satu bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat dan pihak lainnya sebagai tergugat.
-          Tidak  boleh dilakukan secara sepihak (ex-parte), hanya pihak penggugat dan tergugat saja.
-          Pemeriksaan  sengketa hasrus dilakukan secara kontradiktor (contradictoir) dari permulaan sidang sampai putusan dijatuhkan.
-          Diajukan oleh orang yang berkepentingan.
-          Diajukan ke pengadilan yang berwenang.

Sedangkan Permohonan (perkara voluntair) yaitu yang di dalamnya tidak terdapat sengketa atau perselisihan tapi hanya semata-mata untuk kepentingan pemohon dan besifat sepihak (ex-parte), kalau menurut Yahya Harahap permohonan adalah permasalahan perdata diajukan dalam bentu permohonan ditandatangani pemohon di tujukan kepada ketua pengadilan.
Sebagaimana permohonan atau voluntair berlandaskan hukum pada ketentuan Pasal 2 dan penjelasan pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 14 Tahun 1970). Meskipun UU 14 Tahun 1970 tersebut telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, apa yang digariskan pasal 2 dan penjelasan  pasal 2 ayat (1) UU 14 Tahun 1970, masih dianggap relevan sebagai landasan gugatan voluntair yang merupakan penegasan, dan juga member kewenangan penyelesaian masalah atau perkara voluntair.
Ada pun ciri khas Permohonan atau gugatan voluntair yang mana diantaranya yaitu:
-          Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak saja (for the benefit of party only)
-          Permasalahan yang dimohon penyesuaian kepada pengadilan pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain.
-          Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat mutlak satu pihak (ex-parte).
Sementara itu , perbedaan antara Gugatan (contentiosa) dan Pemohonan (voluntaria) terdapat beberapa perbedaan diantaranya:
-          Pihak yang berperkara, dalam contentiosa pihak yang berperkara adalah penggugat dan tergugat, sabagaimana contoh kasususnya yaitu cerai gugat yang mana istri menggugat cerai suami, istri adalah penggugat dan suami adalah sebagai tergugat, sedangan voluntaria pihak yang berperkara adalah pemohon.
-          Aktivitas hakim dalam memeriksa perkara, dalam contentiosa apa yang dikemukakan  dan diminta oleh pihak-pihak bersifat tertentu dan terbatas, dan hakim harus memutus sebatas yang diminta dan digugat, sedangkan dalam voluntaria hakim dapat melebihi apa yang dimohonkan karna tugas hakim bercorak administratif.
-          Kebebasan hakim , dalam contentiosa hakim hanya memperhatikan dan menerapkan apa yang telah ditentukan undang-undang, sementara dalam voluntaria hakim memiliki kebebasan menggunakan kebijaksanaannya.
-          Hasil akhir perkara, hasil suatu gugatan (contentiosa) berupa putusan (vonis), sedangkan hasil suatu permohonan (voluntaria) adalah penetapan (beschikking).

Penulis&editor
Roni Azhari

Pemublikasi
Evi Natalia
(Kepala Devisi Kominfo)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

LEGALITAS MONEY POLITIK OLEH DPR, PENGERTIAN DAN NEGATIVE IMPACT BERLAKUNYA MONEY POLITIC

PENTINGNYA PENGESAHAN SERTIFIKASI APOSTILLE DI INDONESIA

PRO DAN KONTRA PELAKSANAAN PIDANA MATI DI INDONESIA