Pantaskah RUU PKS di sahkan
Tanggal 24 September 2019 merupakan satu fenomena bersejarah
bagi penggerak Revormasi Indonesia khususnya Mahasiswa, begitu masif nya
gelombang massa pada hari itu, mungkin dapat membuat Dewan Perwakilan Rakyat
susah tidur nyenyak. Bahkan mahasiswa yang hanya mengedepankan akademisi dan mahasiswa yang hedonis pun ikut turun ke
jalan untuk menyuarakan aspirasinya, ntah itu pyur gerakan simpati hati mereka
atau hanya sebagai bentuk eksistensi di media sosial wkwk. Ada beberapa
tuntutan dalam aksi dengan hastag #RevormasiDikorupsi diantaranya menolak
RKUHP,RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, dan RUU
Ketenagakerjaan. Lalu aksi massa juga mendesak pembatalan UU KPK dan UU SDA.
Massa juga menuntut untuk segera mengesahkan RUU PKS dan RUU Perlindungan
Pekerja Rumah Tangga
Namun disini saya bukan ingin beropini tentang apa yang
terjadi di tanggal 24 September 2019 melainkan saya akan beropini tentang
mengapa RUU PKS harus segera di sahkan. Komnas Perempuan mencatat setidaknya
terdapat 9637 kasus yang dilaporkan dengan jenis kekerasan yang menonjol adalah
kekerasan fisik sebanyak 3927 kasus, di tahun 2019 ada kenaikan 14% kasus
kekerasan terhadap perempuan yaitu sejumlah 406.178 kasus . data dihimpun dari
PA, PN, lembaga layanan mitra komnas perempuan, dan unit pelayanan rujukan
(UPR).
Dalam kasus ini korban pelecehan seksual adalah seseorang
yang pertama kali disalahkan. so what lo udah jadi korban pelecehan tapi lo
yang pertama kali disalahkan gak adil dangkal sekali kerangka berfikir manusia
patriaki ini haha... korban mendapat pelecehan seksual karena diduga mengenakan
pakaian yang terbilang dapat mengundang birahi untuk melakukan kekerasan
seksual. Padahal dalam temuan survey mayoritas korban pelecehan seksual dalam
ruang publik itu tidak mengenakan baju terbuka loh, melainkan memakai celana
atau rok panjang (18%) hijab (17%) dan baju lengan panjang (16%) survey
dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) 10Desember 2018. Terbukti
dengan begitu pakaian sebenarnya bukan masalah penyebab inti dari kekerasan
seksual ini.
Ruang lingkup yang terdapat dalam RUU PKS meliputi
pencegahan, penanganan , perlindungan, pemulihan korban dan penindakan pelaku.
Pencegahan harus masif dilakukan di Indonesia ketika melihat hasil survey yang
sudah saya singgung di atas supaya tidak ada lagi korban korban selanjutnya di
kasus kekerasan seksual ini bisa dilihat di pasal 6 sampai pasal 10 RUU PKS.
Penangan harus dengan tegas dan benar dilakukan di Indonesia yang tentunya
tidak mengesampingkan asas legalitas dengan ini RUU PKS yang sifat nya lex spesialis harus segera di sahkan.
Perlindungan terhadap korban harus menjadi tanggung jawab Negara, bukan hanya
korban yang harus mendapatkan perlindungan dari pihak keluarga korbanpun harus
mendapatkan perlindungan, pemulihan korban dan penindakan pelaku adalah poin
yang paling utama dari kekerasan seksual. Korban bukan hanya terluka secara
jasmani namun dalan psikis korban harus disembuhkan juga diperhatikan, dan
penindakan terhadap pelaku harus dengan tegas dilakukan oleh pihak yang
berwenang.
Ada 9 kategori yang masuk dalam ranah kekerasan seksual dan di atur di dalam RUU PKS
1.
Pelecehan Seksual:
perbuatan yang dilakukan dalam bentu fisik dan/atau non fisik yang tidak
dikehendaki dengan cara mengambil gambar , mengintip, memberikan isyarat
bermuatan seksual, meminta seseorang melakukan perbuatan yang demikian pada
dirinya, memperlihatkan organ seksual baik secara langsung maupun teknologi,
melakukan transmisi yang bermuatan seksual dan/atau melakukan sentuhan fisik.
2.
Eksploitasi seksual :
perbuatan yang dilakukan seseorang dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu
muslihat, kebohongan, keadaan palsu, penyalahgunaan wewenang, memanfaatkan
kerentanan, ketidaksetaraan, ketergantungan seseorang, agar seseorang melakukan
hubungan seksual atau perbuatan yang memanfaatkan tubuh seseorag untuk memenuhi
keinginan, seksual diri sendiri atau orang lain, dengan maksud mendapatkan
keuntungan.
3.
Pemaksaan kontrasepsi:
tindakan seseorang memaksa orang lain
memasang atau menggunakan alat kontrasepsi, dan/atau fungsi reproduksi orang
lain dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat rangkaian kebohongan,
atau penyalahgunaan kekuasaan.
4.
Pemaksaan aborsi: memaksa
orang lain untuk melakukan aborsi dengan cara bujuk rayu, kekerasan, tipu muslihat,
rangkaian kebohongan, penyalahgunaan kekuasaan, atau menggunakan kondisi
seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan.
5.
Perkosaan: tindakan yang
dilakukan seseorang dengan cara kekerasan, atau ancaman kekerasan atau tipu
muslihat untuk memaksa seseorang untuk melakukan hubungan seksual (pemerkosaan
yang diatur dalam RUU PKS lebih komprehensif dibanding pasal 285 KUHP).
6.
Pemaksaan perkawinan:
memaksa orang yang berada di bawah kuasa, perwalian, atau pengampuannya, atau
orang lain untuk melakukan perkawinan dengan maksud yang bertentangan dengan
hakekat perkawinan.
7.
Pemaksaan pelacuran:
melacurkan orang lain, yang dilakukan seseorang, sekelompok orang, atau
korporasi, dengan cara kekerasan, ancaman kekerasan, rangkaian kebohongan,,
jerat utang, bujuk rayu, tipu muslihat, penggunaan nama atau identitas palsu,
penyalahgunaan kepercayaan, atau dengan memanfaatkan ketidakberdayaan, atau
ketidakmampuan orang lain, dengan maksud menguntungkan secara ekonomi, baik
diri sendiri maupun orang lain.
8.
Perbudakan seksual:
seseorang atau orang dalam untuk membatasi ruang gerak atau mencabut kebebasan
seseorang, dengan tujuan menempatkan orang tersebut melayani kebutuhan
seksualnya atau orang lain, dalam jangka waktu tertentu,
9.
Penyiksaan seksual; jika
ada seseorang satu atau lebih tindakan pidana kekerasan seksual dengan tujuan
memperoleh keterangan dari korban, saksi atau dari orang ketiga, untuk tidak
memberikan keterangan, dengan mempermalukannya
Mengapa kita harus mendukung RUU PKS? Dalam sisi agama
sendiri manusia dilarang untuk menzalimi manusia lainnya, RUU PKS juga bisa
menjadi ikhtiar Negara dalam melindungi Rakyatnya baik perempuan atau laki laki
dari kekerasan seksual itu sendiri, tentunya juga untuk menegakan keadilan, dan
juga di dukung dengan ternyata tidak ada hukum di indonesia yang benar benar
secara spesifik dan komprehesif membahas tentang kekerasan seksual.
Ada beberapa yang miskonsepsi terhadap RUU PKS itu sendiri
dengan begitu mereka menolak RUU PKS diantaranya
Ada yang mengatakan "RUU PKS tidak sesuai dengan
Pancasila” faktanya di bagian menimbang huruf a RUU PKS sudah di jelaskan,
bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman, dan bebas dari segala
bentuk kekerasan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945
Ada yang mengatakan "RUU PKS tidak sesuai dengan nilai
nilai agama". Faktanya agama mana yang memperbolehkan untuk dapat
menzalimi orang lain? Tidak ada satupun agama yang memperbolehkan orang untuk
menzalimi sesamanya dan tidak ada agama yang menyetujui adanya kekerasan
seksual.
Ada juga yang mengatakan "RUU PKS melegalkan Aborsi
karena hanya menghukum tindakan pemaksaan aborsi". Faktanya hukum aborsi
sukarela sudah diatur didalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan PP No.
61 Tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi, bukan hanya yang memaksa melakukan
aborsi tetapi bidan dan yang terlibat juga dapat dihukum dengan aturan tadi,
malah sepatutnya harus segera mengesahkan RUU PKS karena belum ada peraturan
yang mengatur untuk si pemaksa aborsi. "RUU PKS memperbolehkan prostistusi
karena hanya menghukum tindakan pemaksaan prostistusi". Faktanya RUU PKS
tidak berurusan dengan tindakan prostitusi. RUU PKS hanya memberi payung hukum
terhadap korban kekerasan seksual. "RUU PKS melegalkan LGBT".
Faktanya orientasi seksual seseorang itu bukan masuk dalam ranah RUU PKS. Yang
lebih parah ada miskonsepsi yang mengatakan jika dengan adanya UU PKS , seorang
anak bisa memenjarakan orang tuanya jika ia dipaksa memakai jilbab. Saya kurang
paham dengan kesalahan konsep yg seperti ini karena Faktanya di dalam RUU PKS
tidak ada kategori dimana kamu akan dipidana jika kamu memaksakan seseorang
menggunakan atribut tertentu
Kesimpulannya begitu banyak kekerasan seksual yang dialami
perempuan, anak-anak atau bahkan pria dan belum ada payung hukum yang dengan
komprehensif dan fokus membahas tentang kasus kekerasan seksual itu sendiri,
salah besar ketika mengatakan kekerasan seksual adalah permasalahan yang tidak
terlalu urgen, melainkan ini adalah kasus yang paling fundamental dan urgent
untuk segera di selesaikan.
Penulis&Editor
(Mega Aulia Putri kadiv legal riset)
Pemublikasi
(Evi Natalia staf sahabat kominfo)
Penulis&Editor
(Mega Aulia Putri kadiv legal riset)
Pemublikasi
(Evi Natalia staf sahabat kominfo)
Maasyaallah bermanfaat sekaliπ
BalasHapusππππ
BalasHapus