Menelisik Kemiskinan di Ujung Timur Indonesia


 

Kemiskinan adalah keadaan saat ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.

Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan, dll. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

-         Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, tempat berlindung atau rumah, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. 

-      Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang lainnya.

-     Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan di luar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.  

Dilihat dari penjabaran diatas makna dari kemiskinan itu sendiri bisa dilihat dari berbagai aspek. Kemiskinan merupakan masalah yang menjerat banyak negara di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Masalah ini merupakan masalah umum yang terjadi di berbagai negara hanya saja jika dilihat lebih lanjut masalah ini cukup sulit untuk di atasi dikarenakan banyaknya permasalahan yang berbeda yang menyebabkan kemiskinan sehingga solusi yang dapat diberikan pun berbeda tergantung dari penyebabnya dan juga dari faktor-faktor lainnya. Salah satu contohnya adalah kemiskinan yang terjadi di papua, Sebagai gambaran mengenai keadaan kemiskinan di Propinsi Papua dapat kita lihat pada hasil penelitian yang dilakukan oleh badan statistik nasional ("BPS") sebagai berikut: Dibalik capaian tingkat kemiskinan satu digit (9,82 persen) per maret 2018, pemerintah perlu berhati-hati lantaran muncul satu fakta dari Kepala badan Pusat Statistik ("BPS") Suhariyanto disebut "warning besar". Yakni, disparitas kemiskinan yang tinggi antara kota dan desa juga disparitas antar propinsi. Sebagai contoh, tingkat kemiskinan di papua (27,74 persen) jauh lebih tinggi dibandingkan di DKI Jakarta (3,57 persen).

Tingkat kemiskinan diakui masih tinggi melebihi 25 persen. Bahkan apabila dibandingkan dengan kondisi di Maret 2017 (27,62), tingkat kemiskinan di Papua justru meningkat.Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Maret 2018 menunjukkan jumlah penduduk miskin di Papua sebesar 917,63 ribu orang. Meningkat bila dibandingkan dengan kondisi pada Maret 2017 sebesar 897,69 orang.Mereka menjadi miskin karena rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan (GK) Maret 2018 sebesar Rp. 499.643. Besaran GK tersebut tercatat naik mencapai Rp. 35.507, atau sebesar 7,63 persen dari September 2017 lalu.

Fenomena kemiskinan di Papua adalah tingginya disparitas antara kota dan pedalaman. Sekitar 1 dari 3 orang (36,51 persen) di pedalaman hidup miskin.Angka tersebut terpaut jauh dimana hanya 4,51 persen penduduk miskin hidup di kota. Padahal bila melihat garis kemiskinan, GK wilayah kota pada Maret 2018 sebesar Rp. 542.542, nilainya lebih tinggi dibanding GK didaerah perdesaan yang mencapai Rp. 482.000.

Dalam hal ini pemerintah memberikan solusi berupa dibuatnya UU Otonomi Khusus Tanah Papua yaitu UU N0.21 tahun 2001.Tujuan dari diundangkannya tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana telah dirumuskan dalam dicantum menimbang antara lain telah dirumuskan pada paragraph g dan h sebagai berikut:

-     Bahwa pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam Provinsi Papua belum digunakan secara optimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat asli, sehingga telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara Provindi Papua dan daerah lain, serta merupakan pengabaian hak-hak dasar penduduk (g).

-   Bahwa dalam rangka mengurangi kesenjangan antara Provinsi Papua dan Provinsi lain, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di Provinsi Papua, serta memberikan kesempatan kepada Penduduk Asli Papua, diperlukan adanya kebijakan khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (h). 

Dengan demikian secara diskripsi-hipotetis, meskipun usia UU Otonomi Khusus untuk Tanah Papua sudah hampir memasuki usia 20 tahun, ternyata belum sesuai dengan harapan pembentuk undang-undang sebagaimana telah dirumuskan dalam tujuan sebagaimana tertulis dalam diktum undang-undang.Sebagai bukti empiris seperti yang kita lihat bersama berdasarkan statistik kemiskinan masih sangat memprihatinkan. Artinya meskipun UU Otonomi Khusus telah menetapkan rancangan-rancangan yang bersifat sistimastis sebagaimana telah dirumuskan dalam UU tersebut dalam kenyataannya UU tersebut dalam implimentasi secara hipotetis belum dapat memenuhi tujuan dari UU Otsus Tanah Papua dimaksud. Jika secara ekstrim kita sebut gagal, apakah kegagalan tersebut disebabkan oleh UU yang tidak responsive secara hukum sehingga secara sistemik tidak memiliki kadar standarisasi sebagai undang-undang layak secara kajian akademik dan/atau oleh sebab yang lainnya karena adanya faktor kesalahan orang dalam melakukan pengelolaan anggaran daerah ("APBD") sehingga berakibat menimbulkan penyelewengan yang berujung kepada penyalahgunaan wewenang serta perbuatan korupsi oleh pejabat yang menjamur dan menggurita di Propinsi Papua.

Dari salah satu contoh masalah kemiskinan di indonesia ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menangani kasus kemiskinan di negeri ini diperlukan kerja sama antara masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Hal ini penting karena pemerintah pusat tidak dapat mengawasi daerah-daerah diluar ibukota/pulau jawa secara langsung.Agar pemerintah pusat dapat menyeselesaikan masalah yang ada diperlukan pejabat daerah/pemerintah daerah yang peka terhadap apa apa saja masalah yg di alami daerah yang di pimpinnya dan melakukan sikap cepat tanggap dengan melaporkan masalah yang ada ke pemerintahan pusat agar dapat diselesaikan baik berupa pembentukan kebijakan maupun pengaliran dana sehingga masyarakat hanya mengikuti pemerintah dengan patuh dan masalahpun dapat teratasi. Untuk tambahan pemerintah dapat memberikan bantuan berupa perbaikan jalur transportasi agar dalam proses penyaluran barang-barang pokok tidak terhambat sehingga menimbulkan dampak ke harga barang-barang yang naik, pemerintah juga dapat memanfaatkan SDA yang ada di suatu daerah atau dapat memberikan program berupa ilmu untuk mengelola industri rumahan sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan dan juga bisa membantu masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhan barang pokok yang dapat diprodokusi dari daerah tersebut.

 


 Negeri yang kaya akan sumber daya alam tapi kenapa rakyatnya di landa kemiskinan?

ada apa indonesia?



Penulis : Ratna Mustika

Editor : R.A., S.H.

Publish : Kominfo UKM-F MCC UIN RIL


Komentar

Postingan populer dari blog ini

LEGALITAS MONEY POLITIK OLEH DPR, PENGERTIAN DAN NEGATIVE IMPACT BERLAKUNYA MONEY POLITIC

PENTINGNYA PENGESAHAN SERTIFIKASI APOSTILLE DI INDONESIA

PRO DAN KONTRA PELAKSANAAN PIDANA MATI DI INDONESIA