MENELUSURI MALADMINISTRASI PENANGANAN DANA DESA

 Menelusuri Maladministrasi Penanganan Dana Desa 

Oleh : 

Febi Fransiska Yupita Sari

(Magang Anggota Divisi Kajian dan Penelitian)

sumber: /rakyatbengkulu.com/ korupsi dana desa


Penegakan pemerintahan desa memasuki era baru setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Dahulu pemerintahan desa sebagai bagian dari desentralisasi didasarkan pada asas desentralisasi, namun sekarang didasarkan pada asas subsidiaritas. Dalam penjelasan UU No. 6/2014, pengakuan adalah pengakuan asal-usul, dan komplementaritas adalah kemampuan masyarakat dan pengambilan keputusan masyarakat untuk kepentingan masyarakat desa. Perbedaan lainnya adalah  desa yang dulunya menjadi sasaran pembangunan pemerintah daerah, tetapi sekarang menjadi sasaran pembangunan untuk pengelolaan desa yang mandiri. 


Sebagai sasaran pembangunan yang mandiri, pemerintah desa memiliki kesempatan untuk menyusun rencana dan dokumen anggarannya sendiri. Rencana pembangunan desa disusun berdasarkan aspirasi masyarakat desa melalui musyawarah pembangunan desa. Dokumen Rencana Pembangunan Desa memuat ABPD desa, ABPD Kabupaten/Kota, dan/atau program, kegiatan, dan kebutuhan masyarakat  yang didanai sendiri oleh masyarakat. Dokumen rencana pembangunan desa menjadi dasar  penyusunan anggaran desa (Anggaran Desa). Anggaran desa yang dibuat ditetapkan  setiap tahun oleh kepala desa sebagai peraturan desa. Penyusunan laporan anggaran desa dan  penggunaan dana desa pada tahap sebelumnya merupakan dokumen yang diperlukan untuk menerima dana desa dari kementerian terkait melalui bupati/walikota PP No. 8/2016 Pasal 17 ayat (2).


Pendanaan desa dalam hal ini berdasarkan SK No. 60 Tahun 2014 berarti didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk desa, lalu dikirim melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), kemudian disalurkan ke APBD untuk mendanai pengendalian pemerintah, pelaksanaan pembangunan, pengembangan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan dana desa mencerminkan indikator kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kinerja pelayanan  publik dasar di daerah, mengurangi indeks kesenjangan antardaerah, mengurangi proporsi desa tertinggal, meningkatkan proporsi swasembada seperti pada kegiatan ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui program padat karya  yang dapat meningkatkan daya beli dan  pendapatan masyarakat. Sejak tahun 2015, dana APBN desa terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2019, alokasi dana untuk desa Sulawesi Selatan akan meningkat menjadi Rp 2,35 triliun. Selain dana desa  dari APBN, pemerintah desa sebenarnya  memiliki sumber dana lain yang dapat digunakan untuk mengelola pemerintahan desa (Pasal 72 (1) UU Desa). Pendapatan asli desa (kinerja, pendapatan properti, swadaya,  gotong royong dan  pendapatan desa lainnya), pendapatan sebagian dari  pajak dan kewajiban daerah, pembayaran kompensasi dari kabupaten,  keuangan dari anggaran negara dan kabupaten. mengikat hibah/sumbangan  dari pihak ketiga dan orang lain yang sah memperoleh penghasilan dari desa.


Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, definisi maladministrasi adalah suatu tindakan yang melampaui atau melanggar hukum dan menggunakan wewenang untuk tujuan selain dari tujuan yang dimaksudkan. Kelalaian atau kelalaian  kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh penyelenggara negara dan pemerintah menimbulkan kerugian yang berwujud dan/atau tidak berwujud bagi masyarakat atau perorangan. Bentuk paling umum dari maladministrasi yakni penyalahgunaan tugas, pengabaian kewajiban hukum, perilaku sewenang-wenang, dan ketidakmampuan untuk memberikan layanan.


Penanganan dana desa memerlukan tingkat pengawasan yang berbeda oleh berbagai pihak. Pasal 68 UU  6/2014 tentang hak dan kewajiban kota untuk mengakses dan berpartisipasi dalam pembangunan desa. Masyarakat desa sendiri  dapat mengontrol penggunaan dana desa  yang ditetapkan oleh APBdes. Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) perlu diperkuat dalam kemampuan mengawasi penggunaan dana desa dengan memberikan laporan tentang mekanisme dan tata cara pengelolaan dana desa. Untuk dapat melakukan pemantauan, objek yang dipantau (APBD) harus disampaikan secara transparan kepada masyarakat desa mewujudkan penyelenggara pemerintahan yang unggul, transparan, efektif, efisien, bersih, dan akuntabel sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. 



Referensi

Bakarbessy, D.A., 2013, Kajian Yuridis Terhadap Kedudukan Desa Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, http://fhukum.unpati.ac.id, Diakse pada tanggal 27 Juni 2022.

Dr. R. Widodo Triputro, 2019, Regulasi Desa, Deepublish CV Budi Utama, Yogyakarta

ICW: Kasus Korupsi Terbanyak Terjadi di Sektor Anggaran Dana Desa pada 2021, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/ , Diakses pada 24 Juni 2022.

Jamaludin, A. N., 2015, Sosiologi Perdesaan. In Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9), https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004, Diakses pada 27 Juni 2022.

Permendagri Nomor 84 Tahun 2015 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.


Editor      : Pengurus Kajian dan Penelitian MCC

Publikasi : KomInfo MCC


Komentar

Postingan populer dari blog ini

LEGALITAS MONEY POLITIK OLEH DPR, PENGERTIAN DAN NEGATIVE IMPACT BERLAKUNYA MONEY POLITIC

PENTINGNYA PENGESAHAN SERTIFIKASI APOSTILLE DI INDONESIA

PRO DAN KONTRA PELAKSANAAN PIDANA MATI DI INDONESIA